PERJALANAN ABADI
Marilah
kita bertaqwa kepada Allah SWT. dengan sebenar-benarnya taqwa, kita laksanakan
perintah-Nya
dan kita jauhi laranganNya. Kita syukuri ni’mat pemberianNya, ni’mat kesehatan,
kekuatan
dan berbagai kebutuhan yang tersedia dimana-mana, untuk melengkapi perbekalan
kita
menuju
tahap-tahap berikutnya, terutama tahap menempu perjalanan panjang diakhirat.
Sungguh
suatu kesengsaraan yang tiada tertanggungkan dan penyesalan yang tiada terkira,
kalau akhir
perjalanan ini, berhenti disebuah jurang yang paling dalam, jurang penderitaan
yang
tiada
terperikan, jurang raungan dan jeritan yang tak mengenal belas kasihan, yaitu
jurang Neraka
Jahannam
tempat penderitaan yang tak pernah ada penghabisan.
Kaum
Muslimin .......................!
Setiap
orang yang akan menempu sebuah perjalanan, pasti dia akan bertanya pada orang
lain,
bagaimana
kiranya suka duka dalam perjalanan ini. Apa persiapan yang harus dibawa, dimana
tempat
menginap dan kepada siapa dia bisa meminta pertolongan bila ada kesulitan.
Wahai semua
orang yang memiliki rasa..! Wahai orang yang berakal.! Wahai orang yang tidak
ingin
menderita dalam perjalanan abdai...! Wahai orang yang tidak ingin menyesal
dalam
penyesalan
yang tak berkesudahan...! Bagaimanapun sengsaranya perjalanan dunia ini.
Betapapun
melaratnya
hidup ini, masih ada tempat untuk mencari perlindungan. Masih banyak pohon yang
tumbuh,
masih banyak buah-buahan yang bisa dimakan. Masih banyak air yang bisa diminum,
masih
banyak
kebutuhan yang tersedia dimana-mana.
Kalau
kehabisan bekal, masih ada teman yang bisa membantu. Kalau ditimpa musibah,
masih
ada saudara
yang bisa menolong. Kalau menderita sakit, masih ada obat yang bisa
menyembuhkan,
ada
keluarga yang bisa menghibur. Kalau lemah tak berdaya, kalau sakit semakin
parah, kalau tidak
bisa
berjalan, masih ada ayah dan ibu yang memapah, masih ada kenderaan yang bisa
membawa
kerumah
sakit.
Wahai orang
yang ingin mengambil ibarat dari perjalanan ini..! Wahai orang yang pernah
menderita
didunia ini..! Wahai orang yang pernah kelaparan berhari-hari....! Wahai orang
yang
pernah
meraung-raung kesakitan..! Betapapun sengsaranya hidup ini, bagaimanapun
sakitnya derita
dunia ini,
masih ada jalan untuk bisa disembuhkan, masih ada orang yang bisa memberi
pertolongan.
Tapi kalau
diakhirat, semua orang harus berjuang sendiri, tidak ada tempat untuk mencari
pertolongan.
Mengapa kebanyakan orang lebih mengutamakan bekal dunia..? Kenapa mereka
abaikan
bekala yang akan dibawa dalam perjalanan “abadi” diakhirat..?
Kaum
Muslimin....!
Tahap
pertama perjalanan akhirat ialah alam barzakh yang sunyi, alam kubur yang
sempit,
alam
penantian yang amat mencekam, masa tunggu yang paling menakutkan.Dikubur, orang
menderita
dalam kesendiriannya, meraung-raung tak ada yang peduli, menjerit kesakitan tak
ada
yang belas
kasih. waktu demi waktu penuh penderitaan, hari demi hari berganti penuh
kesengsaraan.
tiada waktu tanpa siksaan, tiada hari tanpa jeritan. penyesalan dan keluhan,
tidak
mengurangi
siksaan.
Demikian
itulah balasan bagi orang-orang kafir dan durhaka, yang tidak mau peduli dengan
peringatan
Allah. mereka bermandikan noda dan dosa berpekepanjangan. Mereka terlena dengan
ksenangan
dunia yang akan binasa dan melupakan kesengsaraan akhirat yang tiada terkira.
mereka
terus
berjuang hanya untuk kesenangan dunia semata, mereka tidak lagi menghiraukan
kehidupan
yang abadi
sesudah mati. Mereka terus-menerus hidup dalam kebebasan, mereka terus menerus
hidup dalam
kebebasan, mereka terus menerus mengejar kepuasan. akhirnya sampai tiba ajal,
mereka
tidak sempat menyiapkan bekal yang justru untuk kepentingan yang amat panjang,
kepentingan
yang abadi dinegeri pembalasan.
Satu-satunya
harapan ialah harta yang ditinggalkan, atau anak-anaknya yang mendoakannya.
Namun,
harapan itu bukan saja sirna melainkan berganti dengan siksa berganda.
Harta
digunakan oleh anak-anaknya dalam kemungkaran berhura-hura tanpa batas,
bersenang-senang
dalam kedurhakaan. Anak-anak sibuk dalam kebebasan, bergelimang ma’shiat tak
pernah
mengenal puas. Semua itu berubah menjadi siksa yang diterima oleh orang tua,
selama masa
penantian,
akibat kelalaian mendidik anak dan menyalah gunakan harta selama hidup didunia.
Kuburan,
bukan tempat peristirahatan terakhir, melainkan tempat penantian panjang yang
menakutkan.
Sebuah riwayat menyebutkan bahwa Sayyidina Utsman r.a selalu menangis setiap
berdiri
diatas kuburan. Seseorang sahabat menegurnya. “Kenapa engkau slalu menangis
bila berdiri
diatas
kuburan Wahai Amirul Mu’min”..? Beliau menjawab. Bagaimana saya tidak menangis,
Nabi
Muhammad
saw. pernah mengatakan bahwa “kubur adalah rumah pertama menuju akhirat”. Jika
didalamnya
orang selamat, maka ia akan mendapatkan kemudahan sesudah itu, tapi kalau
didalamnya
orang menerima siksa, maka sesudah itu ia akan lebih sengsara lagi”.
Kuburan
adalah rumah yang tidak pernah dipikirkan oleh kebanyakan orang. Kuburan adalah
penginapan
pertama menuju akhirat, tapi bukan penginapan yang penuh dengan kelezatan dan
keni’matan,
melainkan penginapan derita yang tidak pernah berakhir.
“Kubur”,
juga tempat menunggu yang amat mencekam, bukan menunggu kebebasan dan
pengampunan,
melainkan menunggu hari yang lebih dahsyat, hari “kebangkitan” semua manusia.
Sungguh,
suatu perjalanan yang penuh teriakan dan jeritan yang tidak dipedulikan,
perjalanan
yang penuh
resiko dalam “kesendirian”. Perjalanan panjang yang tidak dibatasi oleh ruang
dan
waktu,
perjalanan abadi tidak berpenghujung .
Alangkah
menyesalnya dan betapa sengsaranya., kalau abadi dalam siksa “Jahannam”
yang
amat
membara.
Kaum
Muslimin.......................!
Hari
kebangkitan adalah fase kedua dari “kesengsaraan” akhirat. Hari itu, semua
manusia
bangkit
dari kuburnya, dalam keadaan yang mengerikan. Bermacam-macam bentuk wajah dan
beraneka
bentuk badan, berbagai penyakit yang diderita dan beragam kesengsaraan yang
dialami.
Ada yang
buta matanya., ada yang mengeluarkan nanah dan darah dari mulutnya, ada yang
berbentuk
binatang. Ada yang mengulurkan lidahnya sampai kedada, dan banyak lagi
bentuk-bentuk
lainnya
yang mengerikan.
Semua
mereka yang bangkit itu harus berangkat menuju Mahsyar, tidak ada alasan bagi
yang
sakit,
tidak ada keluhan yang didengar. Semua harus berangkat dengan daya apapun.
Nabi Besar
Muhammad saw. memberitahukan bahwa.,”manusia akan dibangkitkan pada hari
kiamat
nanti, terbagi atas tiga kelompok besar. Pertama berkendaraan, kedua berjalan
kaki dan
ketiga
berjalan dengan wajah”. Para sahabat bertanya. Apakah ada orang yang berjalan
dengan
wajahnya..?
Nabi menjawab : “Allah yang berkuasa menciptakan manusia berjalan dengan
kakinya,
pasti akan
mampu pula menciptakan manusia berjalan dengan wajahnya”.
Berjalan
atau berkenderaan, adalah isyarat bahwa antara kubur dan mahsyar ada mempunyai
jarak,
apakah jarak itu seribu kilometer, tidak ada seorangpun yang mengetahuinya.
Namun kalau
didunia ini, jarak itu belum berarti apa-apa. Bagaimanapun jauhnya, betapapun
panasnya,
masih ada pohon tempat bernaung, masih ada sungai untuk melepaskan dahaga,
masih
ada angin
bertiup untuk memberi kesejukan dan masih banyak rumah makan atau bekal yang
bisa
dibawa.
Tetapi
kalau diakhirat, semua itu bukan saja tidak ada, melainkan merganti menjadi
derita dan
sengsara
yang tiada terperi. Yang berjalan kaki harus berjuang sendiri, yang
meraung-raung
kesakitan
tiada yang perduli, yang sakit harus pergi walaupun merintih, yang merangkak
tiada yang
belas
kasih. Semua harus menuju kesatu arah dan mesti berkumpul, bukan dibawah
jembatan dan
bukan pula
dibawah teriknya matahari padang pasir, melainkan dibawah alam padang mahsyar
yang
amat
mencekam.
Disana
tidak ada kursi bagi yang terhormat, tidak ada ruangan khusus bagi pembesar.
Tidak
ada
perawatan bagi yang sakit keras, tidak ada tempat berbaring bagi yang
menderita. Disana tidak
ada
pembesar dan pejabat tinggi negara. Semua orang telah menjadi hina dan tidak
berdaya
sedikitpun,
semuanya harus berdiri dan menunggu.
Bukan
menunggu saat istrahat bagi yang tidak mampu berdiri, bukan menunggu disuguhkan
makanan
bagi yang kelaparan berhari-hari, bukan menunggu pertolongan bagi yang
menderita tiada
terperi,
melainkan menunggu keputusan terakhir, apakah selamat atau lebih menderita
untuk
selamanya .
Sungguh
dahsyat dan mengerikan, hari itu semua manusia, entah berapa jumlahnya,
layaknya
telah
menjadi pengungsi besar-besaran tanpa tujuan, berkumpul disatu padang sahara
dalam suhu
yang amat
panas dan mencekam, tidak ada sebatang pohonpun sebagai tempat berteduh, tidak
ada
angin
bertiup sedikitpun untuk memberi kesejukan.
Hari itu
benar-benar hari penyesalan yang tiada berkesudahan, hari pertanggung jawaban
setiap sen
dari harta dan setiap detik dari umur. Hari dimana tidak didengar lagi setiap
alasan, tidak
diterima
lagi keluhan orang-orang durhaka dan tidak diperdulikan lagi ratapan
orang-orang zhalim.
Karena
dahsyatnya hari itu, orang-orang kafirpun meminta kasih sayang Allah dengan
berseru
“Yaa Allah..., sayangilah kami walaupun
nantinya kau masukkan kedalam Neraka”.
Hari itu
semua orang ketakutan yang amat dahsyat, semua orang tidak ada yang menoleh
kekiri dan
kekanan. Ayah tidak lagi bisa menolong anaknya, suami tidak lagi memperdulikan
istrinya,
kakak tidak
lagi menghiraukan adiknya, sahabat tidak lagi memperdulikan temannya.
“Hari dimana seseorang lari dari saudaranya,
lari dari ibu dan bapaknya, lari dari istri dan
anaknya”.
Abasa 24 - 26.
Pandangan
semua ummat dihari itu hanya tertuju kelangit, sementara menghadapi ketakutan
yang amat
dahsyat, mereka dilanda kelaparan dan kehausan yang tiada terperikan. Dalam
sebuah
riwayat
disebutkan bahwa karena telalu lama menunggu dan dahsyatnya alam mahsyar, leher
mereka
seakan pecah karena kehausan dan perut mereka seakan hangus terbakar karena
kelaparan.
Andaikata
ada orang yang membawa segelas lumpur yang busuk, pasti mereka berebutan
karena
sangat membutuhkan sesuatu yang sejuk masuk kedalam perutnya.
Sungguh
sangat mengerikan bila dibanding dengan kesengsaraan dunia. Karena itu mari
kita
persiapkan
diri ini untuk menghadapi hari yang dahsyat itu. Kita gunakan dunia ini sebagai
alat untuk
menyelamatkan
diri diakhirat, kita sisihkan sebagian harta untuk melengkapi perbekalan dalam
menempu
perjalanan panjang yang penuh resiko. Kita siapkan amal kebajikan, untuk
menghadapi
masa tunggu
yang paling mencekam. Kita maafkan kesalahan orang untuk menghadapi pemeriksaan
yang amat
teliti. Kita tinggalkan segala sifat yang tercela untuk menghadapi pertanggung
jawaban
dihadapan
Allah SWT. Kita mohon ampun dari segala dosa dan kesalahan, kita sesali segala
perbuatan
tercela selama ini, agar kita tidak menyesal dalam penyesalan yang tidak
berakhir.
Semoga
Allah SWT. memberi kita kekuatan lahir batin, dalam mempersiapkan bekal amal
kebajikan, menuju perjalanan panjang
diakhirat. Amin Yaa Rabbal ‘Alamin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar