Sedekah semuanya baik, namun antara satu dengan yang
lain berbeda keutamaan dan nilainya, tergantung niat, kondisi orang yang
bersedekah dan kepentingan proyek atau sasaran sedekah. Di antara sedekah
yang utama menurut Islam adalah sbb:
Sedekah Sirriyyah
Sedekah sirriyyah adalah sedekah yang
dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Sedekah ini sangat utama karena lebih
mendekati ikhlas dan selamat dari sifat riya’. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman:
“Jika kamu Menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik
sekali. dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang
fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu.” (QS. Al Baqarah: 271)
Perlu diketahui, bahwa yang utama untuk disembunyikan adalah
pada sedekah kepada fakir dan miskin. Hal ini, karena ada banyak jenis sedekah
yang mau tidak mau harus ditampakkan, seperti membangun masjid, membangun
sekolah, jembatan, membuat sumur, dakwah, membekali pasukan jihad dan
sebagainya.
Di antara hikmah menyembunyikan sedekah kepada fakir miskin
adalah untuk menutupi aib saudara kita yang miskin tersebut. Sehingga tidak
tampak di kalangan manusia serta tidak diketahui kekurangan dirinya. Tidak
diketahui bahwa tangannya berada di bawah dan bahwa dia orang yang tidak punya.
Hal ini merupakan nilai tambah tersendiri dalam berbuat ihsan kepada
fakir-miskin. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam memuji sedekah sirriyyah, memuji pelakunya dan memberitahukan
bahwa dia termasuk tujuh golongan yang dinaungi Allah Subhanahu wa
Ta’ala nanti pada hari kiamat.
Sedekah Dalam Kondisi Sehat
Bersedekah dalam kondisi sehat lebih utama daripada
berwasiat ketika sudah menjelang ajal, atau ketika sudah sakit parah dan sulit
diharapkan kesembuhannya. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki
yang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya,
“Wahai Rasulullah, sedekah apa yang paling utama?” Beliau menjawab:
« أَنْ
تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيحٌ شَحِيحٌ ، تَخْشَى الْفَقْرَ وَتَأْمُلُ الْغِنَى ، وَلاَ
تُمْهِلُ حَتَّى إِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُومَ قُلْتَ : لِفُلاَنٍ كَذَا ، وَلِفُلاَنٍ
كَذَا ، وَقَدْ كَانَ لِفُلاَنٍ » .
“Engkau bersedekah dalam kondisi sehat dan berat
mengeluarkannya, dalam kondisi kamu khawatir miskin dan mengharap kaya. Maka
janganlah kamu tunda, sehingga ruh sampai di tenggorokan, ketika itu kamu
mengatakan, “Untuk fulan sekian, untuk fulan sekian, dan untuk fulan sekian.”
Padahal telah menjadi milik si fulan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sedekah Setelah Kebutuhan Wajib Terpenuhi
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan.
Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.” (QS. Al Baqarah: 219)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خَيْرُ الصَّدَقَةِ مَا كَانَ عَنْ ظَهْرِ غِنًى ، وَابْدَأْ
بِمَنْ تَعُولُ
“Sedekah yang terbaik adalah yang dikeluarkan selebih
keperluan, dan mulailah dari orang yang kamu tanggung.” (HR. Bukhari)
Sedekah dengan Kemampuan Maksimal
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَفْضَلُ الصَّدَقَةِ جُهْدُ الْمُقِلِّ وَ ابْدَأْ بِمَنْ تَعُوْلُ
“Sedekah yang paling utama adalah sedekah maksimal orang
yang tidak punya, dan mulailah dari orang yang kamu tanggung.” (HR. Abu Dawud
dan Hakim)
Imam al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah berkata,
“Hendaknya seorang memilih untuk bersedekah dengan kelebihan
hartanya, dan menyisakan secukupnya untuk dirinya karena khawatir terhadap
fitnah fakir (kemiskinan). Sebab, boleh jadi dia akan menyesal atas apa yang
dia lakukan (dengan berinfak seluruh atau melebihi separuh harta) sehingga
merusak pahala. Sedekah dan kecukupan hendaknya selalu eksis dalam diri
manusia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengingkari
Abu Bakar yang keluar dengan seluruh hartanya, karena Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam tahu persis kuatnya keyakinan Abu Bakar dan kebenaran
tawakkalnya, sehingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
khawatir fitnah itu menimpanya sebagaimana Beliau khawatir terhadap selain Abu
Bakar. Bersedekah dalam kondisi keluarga sangat butuh dan kekurangan, atau
dalam keadaan menanggung banyak utang bukanlah sesuatu yang dikehendaki
dari sedekah itu. Karena membayar utang dan memberi nafkah keluarga
atau diri sendiri yang memang butuh adalah lebih utama. Kecuali jika memang
dirinya sanggup untuk bersabar dan membiarkan dirinya mengalah meskipun
sebenarnya membutuhkan sebagaimana yang dilakukan Abu Bakar dan itsar
(mendahulukan orang lain) yang dilakukan kaum Anshar terhadap kaum muhajirin.”
Oleh karena itu, para ulama mensyaratkan bolehnya bersedekah
dengan semua harta apabila orang yang bersedekah kuat, mampu berusaha,
bersabar, tidak berutang dan tidak ada orang yang wajib dinafkahi di sisinya.
Ketika syarat-syarat ini tidak ada, maka bersedekah ketika itu adalah makruh.
Menafkahi anak-istri
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
« دِينَارٌ
أَنْفَقْتَهُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى رَقَبَةٍ وَدِينَارٌ
تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ أَعْظَمُهَا
أَجْرًا الَّذِى أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ » .
“Ada dinar yang kamu infakkan di jalan Allah, dinar yang
kamu infakkan untuk memerdekakan budak dan dinar yang kamu sedekahkan kepada
orang miskin. Namun dinar yang kamu keluarkan untuk keluargamu (anak-isteri)
lebih besar pahalanya.” (HR. Muslim)
Bersedekah Kepada Kerabat
Disebutkan bahwa Abu Thalhah radhiyallahu
‘anhu memiliki kebun kurma yang sangat indah dan sangat dia cintai,
namanya Bairuha’. Ketika turun ayat:
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang
sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.” (QS.
Ali Imran: 92)
Maka Abu Thalhah mendatangi Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dan mengatakan bahwa Bairuha’ diserahkan kepada Beliau,
untuk dimanfaatkan sesuai kehendak Beliau. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam menyarankan agar ia membagikan bairuha’ kepada kerabatnya. Maka
Abu Thalhah melakukan apa yang disarankan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan membagikannya untuk kerabat dan keponakannya
Bersedekah Kepada Kawannya yang Berada di Jalan Allah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
« أَفْضَلُ
دِينَارٍ يُنْفِقُهُ الرَّجُلُ دِينَارٌ يُنْفِقُهُ عَلَى عِيَالِهِ وَدِينَارٌ يُنْفِقُهُ
الرَّجُلُ عَلَى دَابَّتِهِ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَدِينَارٌ يُنْفِقُهُ عَلَى أَصْحَابِهِ
فِى سَبِيلِ اللَّهِ »
“Dinar yang paling utama adalah dinar yang dikeluarkan
seseorang untuk menafkahi keluarganya, dinar yang dikeluarkan untuk
kendaraannya (yang digunakan) di jalan Allah dan dinar yang dikeluarkan kepada
kawannya di jalan Allah.” (HR. Muslim)
مَنْ
جَهَّزَ غَازِياً فِى سَبِيلِ اللَّهِ فَقَدْ غَزَا ، وَمَنْ خَلَفَ غَازِياً فِى سَبِيلِ
اللَّهِ بِخَيْرٍ فَقَدْ غَزَا
“Barang siapa mempersiapkan (membekali) orang yang
berperang, maka sungguh ia telah berperang. Barang siapa yang menanggung
keluarga orang yang berperang, maka sungguh ia telah berperang.” (HR. Bukhari
dan Muslim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar