by Ustadz DR. Amir Faisol Fath
Harta bukan simbol keberhasilan, karenanya banyak orang
kaya raya justru gagal dalam hidupnya. Ia semakin menderita ketika di tangannya
banyak harta. Pikirannya semakin terbebani sehingga seluruh pikiran dan perasaan
tertuju ke sana. Dan sehebat apapun manusia mempertahankan hartanya ia pasti
akan meninggalkannya. Tidak ada cerita bahwa orang-orang kaya tetap bertahan
hidup selama hartanya masih ada. Bahkan sudah tak terhitung para raja dan para
konglomerat yang meninggal dunia. Padahal istana mereka masih megah. Dan harta
mereka masih banyak. Maka sungguh salah orang-orang yang mempunyai persepsi
bahwa semakin banyak harta semakin berhasil. Semakin banyak harta semakin
tinggi derajatnya. Perhatikan apa yang mereka alami justru di saat-saat mereka
hidup nyaman? Sungguh banyak orang yang hidup di negara maju, dengan fasilitas
kemewahan yang lengkap, malah justru mereka stress. Banyak para artis justru menderita setelah
memiliki harta yang banyak. Bukankah ini semua adalah bukti bahwa harta
bukanlah simbol keberhasilan.
Harta bukan simbol ketinggian derajat. Banyak orang salah
paham, sehingga mengira bahwa dengan banyak harta ia akan semakin terhormat.
Lalu dia segera merasa di atas. Dengan banyak pegawai dan pembantu ia semakin
merasa tinggi. Lidahnya hanya main perintah. Orang-orang di sekitarnya dianggap
budak. Lebih dari itu mereka merasa gengsi duduk dengan pegawai rendahan. Dan
yang sangat memalukan mereka merasa tidak pantas datang ke masjid untuk shalat
berjamaah bersama orang-orang umum yang tidak se level jabatannya. Akibatnya ia
memilih tetap di kantornya, tidak mau turun ke masjid, dan merasa tidak berdosa
sekalipun ia sengaja meninggalkan shalat berjamaah, karena rapat dan pertemuan
bisnis. Apakah sampai sejauh ini mereka merasa tinggi, karena harta dan jabatan
yang dimiliki, sehingga secara bertahap lupa daratan, dan tidak mau turun ke
bawah. Lalu sedikit demi sedikit memposisikan dirinya seperti Tuhan yang harus
dipatuhi, dan siapapun yang melanggar aturannya diancam dengan PHK. Bahkan ada
seorang pegawai yang karena saking takutnya minta izin untuk shalat sehingga ia
rela tidak shalat demi pekerjaan kantornya.
Dalam sebuah kesempatan, pernah seorang pegawai bercerita,
bahwa ia suatu hari minta izin kepada bosnya untuk shalat. Pada waktu itu rapat
sedang berlangsung. Lalu seketika bosnya menjawab: ”akhirkan saja shalatnya.
Apa gunanya Allah bikin akhir waktu”. Mendengar jawaban tersebut, sang pegawai
segera bertanya kepada saya: ”bagaimana
cara menjawabnya?”. Saya jelaskan: ”coba saja bapak besok datang ke kantor di
akhir-akhir waktu. Kira-kira bos itu marah gak? Kalau marah jelaskan, apa
gunanya bos bikin akhir waktu”. Perhatikan, betapa manusia baru diberi harta
sedikit lalu segera dirinya merasa hebat dan merasa berhak mengatur Allah.
Bahkan tidak takut dengan sengaja berlawan dengan Allah.
Harta bukan sarana untuk bersikap sombong. Sungguh tidak
pantas seseorang sombong dengan harta yang diberikan Allah. Benar, harta itu
pemberian Allah. Tidak ada di dunia ini seseorang kaya karena kehebatannya,
kecerdasannya atau keahliannya. Dia kaya karena nasib yang Allah tentukan.
Sungguh banyak orang yang cerdas dan mempunyai keahlian yang hebat, tetapi
karena nasib dia tidak menjadi kaya. Dan sungguh banyak orang yang tidak cerdas
dan tidak punya keahlian tetapi karena nasib ia menjadi kaya. Karena itu,
ketika seseorang mendapatkan kekayaan harta, seharusnya ia segera merasa bahwa
itu pemberian sekaligus titipan Allah. Bahwa di sekitarnya banyak orang yang
secara nasib miskin, maka mereka harus segera dibantu dengan harta yang
dititipkan Allah tersebut. Sayangnya banyak orang salah paham. Begitu
mendapatkan harta, lalu segera merasa bahwa itu adalah buah jerih payahnya,
karena kehebatan dirinya. Bahwa di dalamnya tidak ada campur tangan Allah.
Sehingga dengan pemahaman tersebut ia menjadi kikir dan pelit.
Ingat,
harta itu tidak mungkin kau pertahankan di tanganmu. Ia mempunyai tabiat datang
dan pergi. Begitu ia datang kepadamu, suatu saat – cepat atau lambat – ia
pasti akan pergi darimu. Berapa banyak orang berusaha
mempertahankan hartanya, namun ternyata tiba-tiba kebutuhan segera mendesak
sehingga ia harus mengeluarkannya. Hanya saja cara mengeluarkannya ada banyak
bentuk alasan: ada yang keluarkan harta karena kebutuhan makan dan minum, ada
pula yang keluarkan karena sakit dengan biaya mahal, ada pula yang karena harus
membayar biaya pendidikan anaknya dan sebagainya. Yang jelas bahwa harta itu
tidak mungkin dipertahankan. Toh sekalipun ia berhasil mempertahankannya,
ujung-ujungnya ia pasti akan meninggalkannya. Dan kita semua sudah tahu pasti
bahwa kematian akan datang tanpa kenal kompromi. Siapapun ketika tiba saatnya
mati, tak peduli kaya atau miskin, ia pasti mati. Masihkah kau –wahai sahabat-
akan mengagung-agungkan harta sehingga kewajiban kepada Allah diabaikan demi
mengurus harta. Bahkan lebih dari itu, banyak orang yang tidak sempat
menghadiri majelis ta’lim untuk mengokohkan iman, hanya karena alasan sibuk
mengurus harta. Sungguh sudah saatnya seorang mukmin segera memperbaiki
persepsinya tentang harta. Bahwa harta hanya keperluan bukan tujuan.
Wallahu
a’lam bishshawab
Barokallohu
fiikum....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar