HALILINTAR MEMBELAH MAKAM SANG PEZINA
AKIBAT MENGOBRAL DOSA
Pada sekitar tahun 1995, sebuah desa di wilayah Cianjur - Jawa
barat digemparkan dengan meninggalnya seorang wanita, akibat penyakit Aids/HIV
yang dideritanya. Sebut saja bernama Fulanah, wanita yang
dikenal masyarakatnya sebagai WTS, wanita panggilan, PSK dan sejenisnya. Setiap
malam ia terlihat berada di lokalisasi setempat. Dari hari ke hari hidupnya
dipenuhi dengan Lumpur dosa. Bulan berganti dan tahun pun berlalu, ia tetap tak
mau merubah profesinya. Agama Islam yang ia anut seolah hanya tontonan. Nasehat
atau peringatan keluarga dan tetangganya hanya dianggapnya angin lalu.
Kepentingan materi seolah menjadi segala-galanya bagi Fulanah, sehingga ajaran
agama yg dulu pernah ia pelajari seakan terhapus oleh silaunya kehidupan malam
yang ia jalani. Dia benar-benar lupa dengan penghitungan amal di kemudian hari.
Sebetulnya di sekitar desanya terdapat beberapa pesantren. Baik sadar atau
tidak ia sering medengar ceramah agama yang disampaikan para kiyai dan ustadz,
terutama yang membahas tentang larangan berzina. Namun, dosa-dosa yang ia
jalani itulah yang menyebabkan hatinya tertutup menerima pancaran sinar ilahi.
Bahkan menyebabkannya lupa dengan dampak negatif dari perzinahan, seperti penyakit
Aids/HIV yang siap menggerogoti pezina. Juga membuatnya tak sadar bahwa
perzinahan dapat merugikan dirinya, keluarganya, masyarakatnya dan anak
keturunannya nanti. Contoh kerugian yang paling kongrit diterima anak
keturunannya adalah sebutan “anak zina” atau “anak haram”, suatu
sebutan yang dapat menyengsarakan hati si anak. Meskipun dalam pandangan agama
tidak ada yang namanya “anak haram”. Semua anak dilahirkan dalam keadaan
suci dan tidak membawa dosa, sekalipun kelahirannya akibat dari perzinahan.
MAUT DATANG MENJEMPUT
Pada saat meninggalnya, jenazah fulanah diurusi seperti jenazah pada
umumnya. Prosesi pengurusan jenazah mulai dari memandikan, mengkafani,
menshalatkan sampai menguburkannya berjalan lancar tanpa ada kejadian aneh.
Sudah menjadi adat masyarakat sunda. Setiap selesai penguburan, pihak
keluarga mengadakan doa-dzikir ritual. Ada yang mengadakan tahlilan, dengan membaca
surat Yasin, ayat-ayat Al-Qur’an, dan kalimat thoyyibah lainnya, serta
mendoakan ampunan dengan mengundang famili dan tetangga ke rumah duka setiap
malam hari sampai malam ketujuh. Dan ada pula yang mengundang beberapa orang
yang dikenal pandai agama, huffazh (penghafal Al-Qur’an) dan menguasai bacaan
Al-Qur’an untuk mengkhatamkan Al-Qur’an sekian kali selama beberapa hari di
makamnya. Pihak keluarga lebih memilih yang kedua, yakni mengundang para santri
dari sebuah pesantren terdekat untuk mengkhatamkan Al-Qur’an di makamnya.
Persiapan segera dimulai. Mereka dibagi empat kelompok: pagi, siang, sore
dan malam. Masing-masing kelompok terdiri dari tiga santri yang dengan rela
hati dan ihlas serta berani berada di lokasi makam Fulanah.
HALILINTAR DATANG
MENYAMBAR MAKAM.
Sore harinya setelah penguburan Fulanah, kegiatan mengaji Al-Qur’an dimulai
dari malam sampai pagi hari. Surat demi surat dan juz demi juz dapat mereka
khatamkan dengan lancar dan cepat tanpa mengurangi kaidah ilmu tajwid. Suasana
di makam terasa biasa-biasa saja.
Pada hari kedua, sejak pagi mulai nampak keganjilan-keganjilan. Cuaca
seakan terus berganti antara dingin dan panas. Perasaan tak menentu dan takut
menyelimuti para santri yang bertugas. Suasana yang tak mengenakkan semakin
terasa saat menjelang malam. Benar, setelah 1 jam pergantian kelompok dari sore
ke kelompok malam, tepatnya pukul 1dini hari, langit berubah semakin gelap.
Awan hitam berputar mengelilingi makam Fulanah. Tidak lama setelah santri
mengkhatamkan Al-Qur’an untuk yang ketujuh kalinya, tiba-tiba terdengar gelegar
halilintar menyambar tepat ke tengah-tengah makam hingga tanahnya beterbatangan
dan semburat keluar tak tentu arah. Makam terbelah menjadi dua.
Menyaksikan kejadian yang mengerikan itu, santri yang bertugas segera
berlarian. Demikian pula penduduk yang sedang ronda malam ikut menyaksikan
terbelahnya makam Fulanah tersebut.
Keesokan harinya, masyarakat desa berbondong-bondong datang ke
kuburan, dan mereka jelas menyaksikan makam terbelah, susunan papan penutup
liang kubur terlihat. Mereka ramai-ramai mengumpulkan tanah yang semburat untuk
ditimbunkan kembali pada makam tersebut. Namun sungguh di luar dugaan. Kejadian
aneh terulang kembali. Tanah yang mereka timbunkan ke makam Fulanah secara
perlahan-lahan bergerak kembali dan semburat ke sana-sini seolah tidak mau
diletakkan diatas makam. Lambat laun makam terbelah lagi untuk yang kedua
kalinya. Dan masyarakat pun gempar.
Untuk mengatasi masalah ini, para ulama dan masyarakat sepakat untuk
menggali kembali makam dan memindahkan jenazahnya ke lokasi lain di luar desa
…..
____________________________________
*) Ringkasan Kisah Nyata ini
bersumber dari Majalah Hikayah, edisi 04 Th.II Muharram 1425
H/Maret 2004 M, hal. 18 – 22.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar