“Tidak ada kejayaan
manusia tanpa agama, tidak ada kebahagiaan tanpa iman, tidak ada keselamatan
tanpa amal shaleh. “Telah menjadi ketetapan Allah bahwa kejayaan ummat manusia
dunia akhirat, hanya ada dalam amalan agama yang sempurna, yakni agama yang
dibawa oleh Nabi Besar Muhamad saw”. Artinya.., kebahagiaan seseorang hanya
apabila dia tha’at kepada Allah dan rasulNya. Tha’at melaksanakan perintah
Allah dengan mencontohi Rasulullah SAW.
Ketaatan kepada Allah SWT. tidak mungkin akan
menyebar kalau tidak pernah disebarkan, syi’ar Islam tidak mungkin akan tersiar
kalau tidak pernah disiarkan. Iman kepada Allah tidak mungkin akan tumbuh kalau
tidak pernah ada orang yang mau menda’wakan Kalimat LAA ILAAHA ILLALLAAH.
Umat Islam adalah ummat yang terakhir, yang
mendapatkan kedudukan tersendiri dari ummat-ummat terdahulu. Kedudukan itu
ialah bahwa ummat ini diberi tugas da’wah sama dengan Para Nabi
dan Rasul. Ini adalah konsekwensi logis bagi pengikut Nabi Muhammad saw. Karena
beliau adalah Nabi terakhir yang tidak mungkin ada lagi Nabi sesudahnya. Yang
dimaksud ummat disini, sudah barang tentu bukan hanya
para Ulama, Ustadz, Kiyai dan sebagainya, melainkan semua orang
Islam.
Tanggung jawab iman adalah tanggung jawab
kenabian. Tanggung jawab syi’ar Islam dan da’wah adalah tanggung jawab ummat Islam.
Setiap Mu’min tidak boleh merasa puas dengan ibadahnya, merasa cukup
dengan ketha’atannya kepada Allah. Pendurhaka dan orang kafir itu tidak akan ditanya dihari kemudian. “Kenapa engkau tidak shalat, mengapa
engkau tidak puasa, mengapa engkau tidak masuk Islam dan sebagainya, melainkan
akan ditanya pada mereka “ALAM YA’TIKUM NADZIIR..?” Sudah
datangkah kepadamu peringatan..? Kalau
mereka mengatakan belum, itu berarti pertanyaan akan ditujukan kepada
orang-orang Islam. “Sudahkah engkau beri peringatan..?” Sudahkah
engkau mendatangi saudaramu..? Sudahkah engkau mengajak kepada kebaikan.? Kalau belum, bisa jadi kita akan dimasukan kedalam neraka, Na’uudzu billah
min dzalik. Pengangkatan ummat akhir zaman sebagai
pelanjut tongkat estafet kenabian, bukan diangkat oleh
siapa-siapa, melainkan diangkat langsung oleh Allah SWT. Firman Allah
dalam Surat Ali Imran ayat 110
“Kamu adalah ummat yang terbaik, yang dikeluarkan untuk manusia,
agar kalian menganjurkan kepada
yang ma’ruuf dan mencegah dari perbuatan mungkar, serta beriman kepada Allah”.
Inilah “Surat Keputusan Allah” yang termaktub
dalam kitab SuciNya, keputusan mengangkat kita sebagai “pegawai” Allah, keputusan
melaksanakan amar ma’ruf, nahi mungkar. Siapapun dia tidak terkecuali. Siapa
yang mengambil usaha ini, berarti dia masuk dalam lingkaran “ummat yang terbaik”,
siapa yang tidak perduli dengan “ESKA” ini, maka tidak ada jaminan baginya
untuk menjadi ummat yang terbaik.
“Kamu
dikeluarkan untuk manusia”, ini memberi isyarat bahwa da’wah itu pada
hakekatnya untuk semua ummat manusia, Yahudi maupun Nasrani. Namun karena
keadaan umat Islam masih lebih banyak yang tidak tha’at kepada Allah, maka
da’wah itu lebih diutamakan bagi kaum Muslimin. Tugas da’wah ini adalah tugas
besar, karena besarnya tugas ini, maka Allah telah mengirim 124 ribu Nabi dan Rasul. Mereka menjadi korban dan dikorbankan Allah
untuk kebenaran. Mereka adalah orang-orang pilihan dan kekasih
Allah yang ditugaskan untuk menyeru kepada manusia.
Karena besarnya tugas ini, maka orang yang
berda’wah sama nilainya dengan orang yang berjihad, bahkan
lebih besar dari pada jihad. Betapa tidak karena jihad dimedan perang hasilnya
lebih banyak membunuh manusia, sedangkan da’wah lebih
banyak menyelamatkan manusia. Sudah barang tentu menyelamatkan
lebih besar nilainya dari pada membunuh. Jihad itu hakekatnya ialah menyeru kepada
kalimat tauhid. Jihad itu berma’na sungguh-sungguh dijalan Allah. Dengarkanlah
Firman Allah :
“Adakah kamu mengira bahwa orang yang memberi
minum “Hujjaaj” atau “jama’ah haji” dan yang memakmurkan Masjidil Haram itu,
sama dengan orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berjuang
dijalan Allah.? “Sekali-kali tidak sama mereka itu disisi Allah. Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang zhalim”. (At-Taubah 19)
Orang beriman, yang memberi minum jama’ah haji
sekaligus memakmurkan Masjidil Haram, tidak sama ganjaran pahalanya dengan
orang yang berjuang dijalan Allah. Ini jawaban langsung dari pertanyaan Allah diatas. Jawaban ini adalah penegasan Allah, bahwa
orang beriman dan beramal shaleh tidak sama dengan orang yang
“mujahadah” atau berjuang dijalan Allah. Artinya, orang yang menda ’wakan agama Allah, sudah pasti lebih besar pahalanya dari pada
orang yang hanya mencari surganya sendiri.
Kalau setiap musim haji dua juta orang yang
datang dan mereka menetap disana selama satu bulan dan
dalam sehari diberi minum tiga gelas dan satu gelas 10 pahalanya, maka
pahalanya sama dengan 1 milyar 800 juta pahala. Kemudian
ditambah dengan orang yang memakmurkan Masjidil Haram, yang
disebutkan dalam riwayat bahwa satu raka’at di Masjidil Haram sama dengan
seratus ribu raka’at ditempat lain.
Dapat dibayangkan kalau yang memakmurkan Masjidil
Haram itu satu tahun shalat 17 raka’at setiap harinya, tidak usah kita tambah
dengan shalat sunnah dan amalan lainnya. Itu berarti pahalanya
sama dengan 365 hari X 24 jam perhari X 17 Raka’at X 100 ribu X 10 pahala, sama
dengan 14 milyar 892 juta pahala. Ini belum dihitung
dengan fadhilah shalat yang menurut Ibnu Qayyim sama dengan
12 ribu fadhilah.
Kalau pahala memberi minum ditambah dengan pahala
shalat di Masidil Haram maka hasilnya sama dengan, 16 milyar 692 juta pahala.
Pahala yang sebanyak itu masih dinyatakan Allah tidak sama dengan
orang yang mujaahadah atau orang yang berjuang di jalan Allah. Lantas berapakah sebenarnya pahala berjuang dijalan Allah itu.?. Dalam
berbagai riwayat ada yang menyebutkan pahala berjuang dijalan
Allah itu satu kebajikan dibayar dari 700.000. sampai kepada yang
tidak terbatas menurut kehendak Allah.
Dalam riwayat lain disebutkan : “Pada suatu
ketika Abd. Rahman Bin ‘Auf memerdekakan 30 hamba
sahaya. Lantas beliau bertanya kepada Nabi Muhammad saw. adakah fadhilah yang
lebih utama dari memerdekakan 30 hamba sahaya.? Nabi
menjawab : Jika seseorang keluar dijalan Allah, kemudian dia merasa lelah dan
istrahat sebentar dan bersandar pada tongkatnya, lalu dia kaget, maka pahalanya
lebih besar dari memerdekakan 30 hamba sahaya.
Kaget saja di jalan Allah telah lebih besar
pahalanya dari memerdekakan 30 hamba sahaya, pada hal memerdekakan hamba sahaya
ganjarannya adalah syurga. Berapakah pahala orang yang menyampaikan seratus
kalimat da’wah.? Berapa pahala orang yang kelaparan dijalan Allah.? Berapa
pahala kalau setiap amal itu dikali dengan 700 ribu pahala.? Satu kali “Subhaanallaah” dijalan Allah sama dengan 700 ribu
Subhaanallaah dirumah. Kenapa dan mengapa hanya untuk tujuh ratus ribu
rupiah orang berani berkorban.?
Sayang manusia dizaman ini telah lebih menghargai uang dari pada
pahala. Sayang masih banyak orang yang mengatakan bahwa da’wah itu adalah tugas
orang-orang yang pandai, da’wah itu tugas para Ulama, Ustadz dan Kiyai. Pada
hal tugas ulama sebenarnya adalah mengajar dan tugas semua orang
Islam adalah mengajak. “Mengajar” tidak mungkin disampaikan oleh orang yang bodoh, dan “mengajak”
tidak mungkin harus menunggu orang yang pandai.
Inilah perbedaan antara “mengajar dan mengajak”, dan inilah yang telah menjebak kesalahfahaman
bagi kebanyakan orang. Sehingga jarang menyalahkan “kenapa orang yang bodoh itu harus berda’wah.?
Jawabannya : Kata-kata da’wah, mari shalat., mari kemasjid, jangan durhaka dan
sebagainya, tidak perlu dipelajari tiga tahun.
Saudaraku..................!
Jangankan manusia yang bisa bicara. Burung
“hudhud” telah menjadi cerita Allah dalam Al-Qur’an Surat An-Naml ayat 22 - 24,
karena dia telah berda’wah. Menyampaikan berita tentang kerajaan
wanita yang menyembah matahari kepada Nabi Sulaiman. Seekor burung telah menyelamatkan iman sebuah kerajaan di negeri Saba. Kenapa kita seorang
manusia tidak bisa berda’wah.? Bahkan semut yang kecil itu, telah mampu
menyelamatkan kaumnya, dengan da’wahnya yang diceritrakan pula dalam Surat yang
sama ayat 18”. Bukankah ini cerita da’wah yang diceriterakan langsung oleh
Allah untuk menyadarkan manusia bahwa da’wah itu sangat penting.
Kita harus malu pada burung hud-hud, dan harus merenungi kepedulian
semut.
Kini keadaan
umat semakin memprihatinkan. Kini ummat Islam hampir hilang jati dirinya. Kini sudah
saatnya meninggalkan kesalahfahaman tentang da’wah. Kini sudah saatnya suara
da’wah itu harus disuarakan oleh semua orang tua, semua suami, semua kepala dan
pimpinan, semua orang Islam.
Semua orang tua sudah harus sering memerintahkan
shalat dan menegur setiap kesalahan anak,. Semua suami sudah harus
memerintahkan istri untuk menutup aurat dengan sempurna. Semua istri
sudah harus turut menyuarakan da’wah yang disuarakan suaminya kepada
anakanaknya, terutama setiap masuk waktu shalat, dia
sudah harus menghentikan segala kegiatan rumahnya.
Mari kita
menyatukan visi dan misi da’wah ini, untuk menyelamatkan nilai-nilai Islam yang
sudah kabur oleh pengaruh zaman. Mari kita satukan kata dan perbuatan, agar
ummat ini selamat dari kehancuran. Semoga Allah SWT.
memberi kekuatan kepada semua orang untuk terus menda’wakan
agama ini, sampai ummat ini berjaya dunia akhirat. Amin Yaa Rabbal ‘Alamin.................!