Marilah kita terus meningkatkan iman taqwa kita kepada Allah SWT. dengan selalu melaksanakan perintah dan menjauhi laranganNya, sekaligus kita syukuri ni’mat pemberianNya yang tiada terbatas dengan selalu mengucapkan “Alhamdulillah”. Kaum Muslimin.....................! “Tidak ada kejayaan manusia tanpa agama, tidak ada kebahagiaan tanpa iman, tidak ada keselamatan tanpa amal shaleh. “Telah menjadi ketetapan Allah bahwa kejayaan ummat manusia dunia akhirat, hanya ada dalam amalan agama yang sempurna, yakni agama yang dibawa oleh Nabi Besar Muhamad saw”. Artinya.., kebahagiaan seseorang hanya apabila dia tha’at kepada Allah dan rasulNya. Tha’at melaksanakan perintah Allah dengan mencontohi Rasul. Ketha’atan kepada Allah SWT. tidak mungkin akan menyebar kalau tidak pernah disebarkan, syi’ar Islam tidak mungkin akan tersiar kalau tidak pernah disiarkan. Iman kepada Allah tidak mungkin akan tumbuh kalau tidak pernah ada orang yang mau menda’wakan Kalimat LAA ILAAHA ILLALLAAH. Umat Islam adalah ummat yang terakhir, yang mendapatkan kedudukan tersendiri dari ummat-ummat terdahulu. Kedudukan itu ialah bahwa ummat ini diberi tugas da’wah sama dengan Para Nabi dan Rasul. Ini adalah konsekwensi logis bagi pengikut Nabi Muhammad saw. karena beliau adalah Nabi terakhir yang tidak mungkin ada lagi Nabi sesudahnya. Yang dimaksud ummat disini, sudah barang tentu bukan hanya para Ulama, Ustadz, Kiyai dan sebagainya, melainkan semua orang Islam. Tanggung jawab iman adalah tanggung jawab kenabian. Tanggung jawab syi’ar Islam dan da’wah adalah tanggung jawab ummat Islam. Setiap Mu’min tidak boleh merasa puas dengan ibadahnya, merasa cukup dengan ketha’atannya kepada Allah. Pendurhaka dan orang kafir itu tidak akan ditanya dihari kemudian. “Kenapa engkau tidak shalat, mengapa engkau tidak puasa, mengapa engkau tidak masuk Islam dan sebagainya, melainkan akan ditanya pada mereka “ALAM YA’TIKUM NADZIIR..?” Sudah datangkah kepadamu peringatan..? Kalau mereka mengatakan belum, itu berarti pertanyaan akan ditujukan kepada orang-orang Islam. “Sudahkah engkau beri peringatan..?” Sudahkah engkau mendatangi saudaramu..? Sudahkah engkau mengajak kepada kebaikan.? Kalau belum, bisa jadi kita akan dimasukan kedalam neraka, Na’uudzu billah min dzalik. Pengangkatan ummat akhir zaman sebagai pelanjut tongkat estafet kenabian, bukan diangkat oleh siapa-siapa, melainkan diangkat langsung oleh Allah SWT. Firman Allah dalam Surat Ali Imran ayat 110 “Kamu adalah ummat yang terbaik, yang dikeluarkan untuk manusia, agar kalian menganjurkan kepada yang ma’ruuf dan mencegah dari perbuatan mungkar, serta beriman kepada Allah”. Inilah “Surat Keputusan Allah” yang termaktub dalam kitab SuciNya, keputusan mengangkat kita sebagai “pegawai” Allah, keputusan melaksanakan amar ma’ruf, nahi mungkar. Siapapun dia tidak terkecuali. Siapa yang mengambil usaha ini, berarti dia masuk dalam lingkaran “ummat yang terbaik”, siapa yang tidak perduli dengan “ESKA” ini, maka tidak ada jaminan baginya untuk menjadi ummat yang terbaik. “Kamu dikeluarkan untuk manusia”, ini memberi isyarat bahwa da’wah itu pada hakekatnya untuk semua ummat manusia, Yahudi maupun Nasrani. Namun karena keadaan umat Islam masih lebih banyak yang tidak tha’at kepada Allah, maka da’wah itu lebih diutamakan bagi kaum Muslimin. Tugas da’wah ini adalah tugas besar, karena besarnya tugas ini, maka Allah telah mengirim 124 ribu Nabi dan Rasul. Mereka menjadi korban dan dikorbankan Allah untuk kebenaran. Mereka adalah orang-orang pilihan dan kekasih Allah yang ditugaskan untuk menyeru kepada manusia. Karena besarnya tugas ini, maka orang yang berda’wah sama nilainya dengan orang yang berjihad, bahkan lebih besar dari pada jihad. Betapa tidak karena jihad dimedan perang hasilnya lebih banyak membunuh manusia, sedangkan da’wah lebih banyak menyelamatkan manusia. Sudah barang tentu menyelamatkan lebih besar nilainya dari pada membunuh. Jihad itu hakekatnya ialah menyeru kepada kalimat tauhid. Jihad itu berma’na sungguh-sungguh dijalan Allah. Dengarkanlah Firman Allah : “Adakah kamu mengira bahwa orang yang memberi minum “Hujjaaj” atau “jama’ah haji” dan yang memakmurkan Masjidil Haram itu, sama dengan orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berjuang dijalan Allah.? “Sekali-kali tidak sama mereka itu disisi Allah. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim”. At-Taubah 19 Orang beriman, yang memberi minum jama’ah haji sekaligus memakmurkan Masjidil Haram, tidak sama ganjaran pahalanya dengan orang yang berjuang dijalan Allah. Ini jawaban langsung dari pertanyaan Allah diatas. Jawaban ini adalah penegasan Allah, bahwa orang beriman dan beramal shaleh tidak sama dengan orang yang “mujahadah” atau berjuang dijalan Allah. Artinya, orang yang menda ’wakan agama Allah, sudah pasti lebih besar pahalanya dari pada orang yang hanya mencari surganya sendiri. Kalau setiap musim haji dua juta orang yang datang dan mereka menetap disana selama satu bulan dan dalam sehari diberi minum tiga gelas dan satu gelas 10 pahalanya, maka pahalanya sama dengan 1 milyar 800 juta pahala. Kemudian ditambah dengan orang yang memakmurkan Masjidil Haram, yang disebutkan dalam riwayat bahwa satu raka’at di Masjidil Haram sama dengan seratus ribu raka’at ditempat lain. Dapat dibayangkan kalau yang memakmurkan Masjidil Haram itu satu tahun shalat 17 raka’at setiap harinya, tidak usah kita tambah dengan shalat sunnah dan amalan lainnya. Itu berarti pahalanya sama dengan 365 hari X 24 jam perhari X 17 Raka’at X 100 ribu X 10 pahala, sama dengan 14 milyar 892 juta pahala. Ini belum dihitung dengan fadhilah shalat yang menurut Ibnu Qayyim sama dengan 12 ribu fadhilah. Kalau pahala memberi minum ditambah dengan pahala shalat di Masidil Haram maka hasilnya sama dengan, 16 milyar 692 juta pahala. Pahala yang sebanyak itu masih dinyatakan Allah tidak sama dengan orang yang mujaahadah atau orang yang berjuang di jalan Allah. Lantas berapakah sebenarnya pahala berjuang dijalan Allah itu.?. Dalam berbagai riwayat ada yang menyebutkan pahala berjuang dijalan Allah itu satu kebajikan dibayar dari 700.000. sampai kepada yang tidak terbatas menurut kehendak Allah. Dalam riwayat lain disebutkan : “Pada suatu ketika Abd. Rahman Bin ‘Auf memerdekakan 30 hamba sahaya. Lantas beliau bertanya kepada Nabi Muhammad saw. adakah fadhilah yang lebih utama dari memerdekakan 30 hamba sahaya.? Nabi menjawab : Jika seseorang keluar dijalan Allah, kemudian dia merasa lelah dan istrahat sebentar dan bersandar pada tongkatnya, lalu dia kaget, maka pahalanya lebih besar dari memerdekakan 30 hamba sahaya. Kaget saja di jalan Allah telah lebih besar pahalanya dari memerdekakan 30 hamba sahaya, pada hal memerdekakan hamba sahaya ganjarannya adalah syurga. Berapakah pahala orang yang menyampaikan seratus kalimat da’wah.? Berapa pahala orang yang kelaparan dijalan Allah.? Berapa pahala kalau setiap amal itu dikali dengan 700 ribu pahala.? Satu kali “Subhaanallaah” dijalan Allah sama dengan 700 ribu Subhaanallaah dirumah. Kenapa dan mengapa hanya untuk tujuh ratus ribu rupiah orang berani berkorban.? Sayang manusia dizaman ini telah lebih menghargai uang dari pada pahala. Sayang masih banyak orang yang mengatakan bahwa da’wah itu adalah tugas orang-orang yang pandai, da’wah itu tugas para Ulama, Ustadz dan Kiyai. Pada hal tugas ulama sebenarnya adalah mengajar dan tugas semua orang Islam adalah mengajak. “Mengajar” tidak mungkin disampaikan oleh orang yang bodoh, dan “mengajak” tidak mungkin harus menunggu orang yang pandai. Inilah perbedaan antara “mengajar dan mengajak”, dan inilah yang telah menjebak kesalahfahaman bagi kebanyakan orang. Sehingga orang menyalahkan “kenapa orang yang bodoh itu harus berda’wah.? Jawabannya : Katakata da’wah, mari shalat., mari kemasjid, jangan durhaka dan sebagainya, tidak perlu dipelajari tiga tahun. Kaum Muslimin..................! Jangankan manusia yang bisa bicara. Burung “hudhud” telah menjadi cerita Allah dalam Al- Qur’an Surat An-Naml ayat 22 - 24, karena dia telah berda’wah. Menyampaikan berita tentang kerajaan wanita yang menyembah matahari kepada Nabi Sulaiman. Seekor burung telah menyelamatkan iman sebuah kerajaan di negeri Saba. Kenapa kita seorang manusia tidak bisa berda’wah.? Bahkan semut yang kecil itu, telah mampu menyelamatkan kaumnya, dengan da’wahnya yang diceritrakan pula dalam Surat yang sama ayat 18”. Bukankah ini cerita da’wah yang diceriterakan langsung oleh Allah untuk menyadarkan manusia bahwa da’wah itu sangat penting. Kita harus malu pada burung hud-hud, dan harus merenungi kepedulian semut. Kaum Muslimin................! Kini keadaan umat semakin memprihatinkan. Kini ummat Islam hampir hilang jati dirinya. Kini sudah saatnya meninggalkan kesalahfahaman tentang da’wah. Kini sudah saatnya suara da’wah itu harus disuarakan oleh semua orang tua, semua suami, semua kepala dan pimpinan, semua orang Islam. Semua orang tua sudah harus sering memerintahkan shalat dan menegur setiap kesalahan anak,. Semua suami sudah harus memerintahkan istri untuk menutup aurat dengan sempurna. Semua istri sudah harus turut menyuarakan da’wah yang disuarakan suaminya kepada anakanaknya, terutama setiap masuk waktu shalat, dia sudah harus menghentikan segala kegiatan rumahnya. Mari kita menyatukan visi dan misi da’wah ini, untuk menyelamatkan nilai-nilai Islam yang sudah kabur oleh pengaruh zaman. Mari kita satukan kata dan perbuatan, agar ummat ini selamat dari kehancuran. Semoga Allah SWT. memberi kekuatan kepada semua orang untuk terus menda’wakan agama ini, sampai ummat ini berjaya dunia akhirat. Amin Yaa Rabbal ‘Alamin.................